Selasa, 12 Oktober 2010

Kekerasan Remaja Dalam Berpacaran

Kekerasan dalam pacaran (KDP) atau istilah lainnya Dating Violence merupakan salah satu bentuk dari tindakan kekerasan terhadap perempuan. Sedangkan definisi kekerasan terhadap perempuan itu sendiri, menurut Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan tahun 1994 pasal 1, adalah “setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.”
Namun demikian, walaupun termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan, sebenarnya kekerasan ini tidak hanya dialami oleh perempuan atau remaja putri saja, remaja putra pun ada yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya. Tetapi perempuan lebih banyak menjadi korban dibandingkan laki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini terjadi karena  adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalam hal jender selama ini telah terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak wajar atau semena-mena.
A. Fakta-fakta tentang Kekerasan dalam Pacaran
I. Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan jender menemukan bahwa sejak tahun 1994 – 2001, dari 1683 kasus kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya adalah KDP (Komnas Perempuan, 2002)
II. Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang baru-baru ini membuka pelayanan satu atap (One Stop Service) dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan mendapatkan bahwa dari tahun 2000-2001 ada 7 kasus KDP yang dilaporkan. (Kompas-online 4 Maret 2002)
III. Sedangkan PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni 2001 saja, terdapat 47 kasus kekerasan dalam pacaran, 57% di antaranya adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual, 15% mengalami kekerasan fisik,  dan 8% lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi (Kompas, 20 Juli 2002 dalam http://www.bkkbn.go.id).
IV. Salah satu penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dari 77 remaja sekolah menengah yang mengaku mengalami kekerasan saat sedang berpacaran, 66% dari mereka mengaku bahwa selain mengalami kekerasan, mereka juga melakukan kekerasan itu sendiri pada pasangan mereka (mutually violent relationship). Remaja tersebut juga dilaporkan mengalami kekerasan berat, sehingga menderita luka-luka. Luka-luka yang mereka derita tampak lebih parah daripada remaja yang hanya menjadi korban kekerasan. Mereka pun lebih bisa “menerima” perlakuan tersebut, dibandingkan dengan remaja yang hanya sebagai korban. Dalam sebuah diskusi mengenai KDP, para remaja putri melaporkan bahwa dalam 70% waktu pacaran mereka, pasangannya melakukan pelecehan. Sedangkan para remaja putra dalam kesempatan yang sama, mengakui bahwa pasangan perempuan mereka melakukan pelecehan sebanyak 27% dari waktu pacaran mereka. Adapun dari penelitian yang lain didapatkan bahwa remaja putri yang melakukan kekerasan saat pacaran antara lain disebabkan karena mempertahankan dirinya (dikutip dari Armour, 2002)
Tetapi dari sekian banyak fakta ini Kasus yang nampak hanya kasus-kasus yang dilaporkan atau tanpa sengaja terbukti dan diketahui. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang tampak berupa fenomena gunung es (iceberg), dimana kasus sebenarnya masih jauh lebih besar lagi, namun banyak hal yang membuatnya tidak muncul ke permukaan. Salah satunya adalah karena tidak dilaporkan.
Umumnya para remaja korban kekerasan tidak menceritakan kepada pihak yang berwenang terhadap masalah ini, bahkan kepada orang tuanya. Korban dan pelaku biasanya selalu berusaha menutupi fakta yang ada dengan berbagai cara atau dalih, walaupun terkadang tanpa sengaja terungkap. Jika situasi dan keadaan sudah sangat parah (misalnya luka-luka fisik sudah tidak bisa ditutupi), biasanya korban terpaksa meminta bantuan pihak medis dan atau melaporkan kepada pihak berwajib.
Kasus kekerasan yang tidak dilaporkan biasanya karena :
1. korban merasa takut akibat ancaman oleh pacar,
2. atau karena iba sebab pelaku memohon maaf sedemikian rupa, setelah melakukan kekerasan, sehingga korban percaya bahwa pelaku benar-benar menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi (baca Kisah Nyata Kekerasan Dalam Pacaran).
3. atau karena korban merasa mampu merubah kebiasaan pelaku yang melakukan kekerasan
Yang patut diketahui adalah bahwa kekerasan, apapun bentuknya, adalah suatu hal yang akan mengakar dan akan terjadi berulang. Sikap menyesal dan pernyataan maaf yang dilakukan pelaku adalah suatu fase “reda” dari suatu siklus. Biasanya setelah fase ini, pelaku akan tampak tenang, seolah-olah telah berubah dan kembali bersikap baik. Jika pada suatu saat timbul konflik yang menyulut emosi pelaku, maka kekerasan akan terjadi lagi.
Oleh karena itu, sebesar apapun cinta yang kita rasakan pada mereka yang melakukan kekerasan, tetap saja kita tidak dapat membiarkan hal ini terjadi. Kekerasan adalah suatu hal yang harus kita laporkan, dengan demikian si pelaku dapat mendapatkan penanganan yang tepat (konseling dan terapi). Karena dengan mendiamkan atau tidak melaporkan kekerasan yang terjadi, baik yang kita alami maupun yang dialami oleh teman kita, sama saja artinya kita membiarkan kekerasan itu terjadi, dan hal itu tentu bukan suatu hal yang kita ingini. Tidak pada mereka, tidak pada diri kita. (Penulis : Zulfa).
B. Macam-macam Kekerasan dalam Pacaran
1) Kekerasan Fisik,
Memukul, menendang, menjambak rambut, mendorong sekuat tenaga, menampar, menonjok, mencekik, membakar bagian tubuh/menyundut dengan rokok, pemaksaan berhubungan seks, menggunakan alat, atau dengan sengaja mengajak seseorang ke tempat yang membahayakan keselamatan. Ini biasanya dilakukan karena anda tidak mau menuruti kemauannya atau anda dianggap telah melakukan kesalahan.
2) Kekerasan Seksual,
Berupa pemaksaan hubungan seksual, pelecehan seksual (rabaan, ciuman, sentuhan) tanpa persetujuan. Perbuatan tanpa persetujuan atau pemaksaan itu biasanya disertai ancaman akan ditinggalkan, akan menyengsarakan atau ancaman kekerasan fisik.
3) Kekerasan Emosional
Bentuk kekerasan ini biasanya jarang disadari, karena memang wujudnya tidak kelihatan. Namun sebenarnya, kekerasan ini justru akan menimbulkan perasaan tertekan, tidak bebas dan tidak nyaman. Bentuk kekerasan non fisik ini berupa pemberian julukan yang mengandung olok-olok; membuat seseorang jadi bahan tertawaan; mengancam, cemburu yang berlebihan, membatasi pasangannya untuk melakukan kegiatan yang disukai, pemerasan, mengisolasi, larangan berteman, caci maki, larangan bersolek, larangan bersikap ramah pada orang lain dan sebagainya.
4) Kekerasan Ekonomi
Yang bisa berupa pemerasan atau pemaksaan untuk memenuhi kebutuhan pasangan, mungkin untuk pertama kali mentraktir makan atau membilakan perlengkapan dirasa lazim dan itu merupakan suatu bentuk perhatian kepada pasangan, namun apabila sudah terjadi permintaan pemenuhan secara terus menerus dan perasaan korban sudah tidak nyaman serta terbebani hal itulah yang disebut kekersan dalam bidang ekonomi dalam pacaran
C. Mitos-mitos tentang Kekerasan dalam Pacaran
Mitos: Cemburu, intimidasi dan bentuk kekerasan lain yang dilakukan si dia adalah bukti cinta dan kasih sayang;
Fakta: Itu bukan bukti cinta, itu adalah kontrol dari si dia agar anda patuh dan menuruti semua kemauan si dia.
Mitos: Bahwa dia melakukan kekerasan fisik pada anda karena anda telah melakukan suatu kesalahan yang membuat si dia marah. Jika anda menuruti apa kemauannya, si dia pasti tidak melakukannya;
Fakta: Ketika anda tidak melakukan suatu kesalahanpun, si dia tetap melakukan kekerasan.
Mitos: Kekerasan yang anda alami, anda yakini hanya akan terjadi sekali, karena si dia telah meminta maaf atas kelakuannya dan berjanji tidak akan melakukannya lagi dengan menunjukkan sikap yang tulus;
Fakta: Kekerasan akan terus berlangsung dan bersiklus. Dia melakukannya lalu dia meminta maaf, kemudian dia akan melakukannya lagi pada anda, minta maaf lagi, begitu seterusnya.
Mitos: Anda percaya, setelah dia melakukan kekerasan, si dia akan lebih mesra pada anda;
Fakta: Lebih banyak kekerasan yang anda alami daripada kemesraannya.
Mitos: Ketika si dia memaksa anda untuk melakukan hubungan seksual, dia berjanji akan mempertanggungjawabkannya;
Fakta: Sudah banyak perempuan yang terjebak oleh janji palsu pasangannnya dan ditinggalkan oleh pasangannya setelah pasangannya puas mendapatkan apa yang diinginkannya.
Mitos: Bahwa kekekerasan yang anda alami adalah salah satu konsekwensi jika berelasi dengan laki-laki;
Fakta: Berelasi dengan laki-laki bukan berarti menyerahkan diri kita untuk dijadikan objek kekerasan.
Mitos: Ketika anda menjadi pasangan si dia, anda dan terutama si dia, mengasumsikan bahwa anda adalah miliknya. Sehingga si dia dapat melakukan apa saja terhadap diri anda;
Fakta: Anda adalah milik anda sendiri. Jangankan hanya sebatas pacaran, dalam perkawinanpun, diri anda sepenuhnya adalah milik/hak anda dan bukan otoritas orang lain
D. Yang dapat anda lakukan bagi Korban Kekerasan dalam Pacaran
I. Sadari bahwa anda punya hak untuk marah, khawatir dan merasa terhina
II. Berani untuk mengatakan TIDAK jika si dia mulai melakukan kekerasan terhadap diri anda
III. Sadari bahwa anda punya hak penuh atas tubuh dan jiwa anda, tanpa seorangpun dapat mengganggu gugat
IV. Sadari bahwa meski anda mencintai si dia dan sebaliknya, tidak berarti si dia dapat berbuat seenaknya terhadap anda
V. Jangan segan untuk melaporkan kekerasan yang anda alami ke polisi atau pihak berwenang lainnya
VI. Atau mintalah bantuan Lembaga Bantuan Hukum untuk mendampingi anda
VII. Hati-hati terhadap rayuan si dia dan janji-janji muluk. Menurut anda dan terutama si dia, hubungan seksual yang telah dilakukan adalah “suka sama suka”. Sebenarnya, anda justru telah termakan rayuannya. Dalam ilmu kriminologi, yang disebut perkosaan adalah juga perbuatan yang terjadi akibat rayuan dan atau adanya dominasi laki-laki atas perempuan, atau dominasi atasan terhadap bawahan
VIII. Bila ada perjanjian, buatlah perjanjian secara tertulis dengan dibubuhi materai dan disertai saksi
E. SETIAP PELAKU KEKERASAN DAPAT DI HUKUM
Siapapun dia, sedekat apapun dia, bila dia melakukan kekerasan, ya… harus di hukum. Maka dari itu, laporkan kekerasan yang telah anda alami ke polisi, kemudian polisi akan memprosesnya sampai ke pengadilan. Karena bagaimanapun pelaku kekerasan, meski dia adalah orang yang anda sayangi dan cintai, bisa dikenai pasal-pasal penganiayaan dalam KUHP. Yaitu pasal 351-358 untuk penganiayaan fisik, 289-296 tentang pencabulan untuk pelecehan seksual, pasal 281-283, 532-533 untuk kejahatan terhadap kesopanan dan pasal 286-288 untuk persetubuhan dengan perempuan di bawah umur.
F. YANG HARUS DIPERSIAPKAN JIKA ANDA MEMBAWA KASUS INI KE PENGADILAN
Dengan memutuskan untuk membawa kasus ini ke pengadilan, maka anda harus bersiap-siap dengan:
sikap aparat, baik kepolisian maupun pengadilan ( umumnya laki-laki), seringkali justru mempermalukan dan membuat anda marah, dengan komentar-komentar bernada penghinaan baik dari petugas atau pengacara lawan, misalnya: bahwa anda sendirilah yang memberi peluang terjadinya kekerasan seksual, dianggap sebagai perempuan tak bermoral dan sebagainya;
cobalah untuk tetap bertahan, karena seringkali pelaku kekerasan seksual kemudian bebas karena korban merasa ketakutan membawa kasusnya ke pengadilan dan tidak siap menghadapi hal-hal diatas;
hubungi dan terus melakukan komunikasi dengan individu/teman atau organisasi perempuan yang peduli pada masalah kekerasan terhadap anak dan perempuan. Anda dapat menghubungi di Women Crisis Centre dikota anda.





http://fuadhasyim.wordpress.com/2008/11/21/kekerasan-dalam-pacaran/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar